Home » » Bagaimana Keadaan Hati Kita Setelah Idul Fitri Berlalu?

Bagaimana Keadaan Hati Kita Setelah Idul Fitri Berlalu?

Written By Admin Tuesday, September 16, 2014 - 2:20 PM WIB | 0 Komentar


“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (QS Al Anbiyaa [21] : 1)
Wahai saudaraku....
Semua pasti akan merasakan mati dan ingat mati tidak mengenal waktu, kapan saja malaikat Izroil menjemput tanpa kata kompromi, maka sewaktu-waktu kita harus siap sewaktu-waktu menjemput kita, akan tetapi ironinya banyak diantara kita lengah, lalai bahwa perbuatan kita akan dipertanggungjawabkan padahal hari berhisab dan hari untuk menghitung amal-amal sudah sangat dekat sekali. Ini akan terjadi pada diri kita, dan mayoritas dari kita tidak memperhatikan masalah yang sangat pokok itu, karena lengah, dan kita sebagai manusia akan mengalami penyesalan yang sungguh-sungguh, karena kita tidak mungkin akan kembali kedunia dan akan meneruskan perjalanan ke akhirat.
Dalam kitab Nashoihul Ibad yang sangat mashyur dikarang oleh Syaikhina Nawawi Al Bantany
Dari Abi Bakar As-Shiddiq RA :
“Barang siapa yang memasuki kubur tanpa membawa bekal yaitu berupa amal shalih maka keadaannya seperti orang yang menyeberangi lautan tanpa menggunakan perahu. Maka sudahlah pasti ia akan tenggelam dengan setenggelam-tenggelamnya dan tidak mungkin akan selamat kecuali mendapatkan pertolongan oleh orang-orang yang dapat menolongnya”
Pun juga sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Tidaklah seorang mayat yang meninggal itu, melainkan seperti orang yang tenggelam yang meminta pertolongan.”
Tolong kita camkan dan perhatikan wahai saudaraku…!!!
Apapun kita lakukan tidak akan bisa kembali, kalau sudah terlanjur baik maka baiklah diri ini, tapi kalau sudah terlanjur jatuh sulit untuk menghapus, maka sisa hidup ini harus berarti, hal-hal yang negative harus dibuang jauh-jauh didalam hati kita. Apapun harus dipaksa untuk baik, dipaksa untuk tunduk, dipaksa untuk taat kepada ALLAH, mencintai ALLAH dan RASULNYA, serta mencintai perjuangannya.
Ini harus dipaksa walaupun banyak gangguan, karena gangguan yang membuat manusia terlena itu sampai masuk liang kubur gangguan itu baru berhenti.
Manusia dijebak oleh dunia, dijebak oleh pekerjaan, dijebak dengan kesenangan, sehingga manusia akan terlena,sehingga sampai di alam kubur baru tahu, ketika mulut ini disumpal dengan tanah kubur itu baru sadar. Saat itu nasi telah menjadi bubur, penyesalan tinggal penyesalan tiada berarti.
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur” (QS At Takaatsur [102] : 1-2)
Wahai saudaraku…
Kita baru saja melaksanakan gemblengan dari ALLAH, di training center untuk  latihan batin, latihan jiwa  yaitu masuk dibulan SUCI RAMADHAN yang begitu melimpah kasih sayang, ampunan dan rahmatNya. Tapi apakah masih ada bekas, sifat kerendahan dan penuh banyak dosa itu, seperti pada saat kita memasuki bulan SUCI RAMADHAN? atau malah semakin parah penyakit rohani kita seperti IBLIS yang semakin sombong, suka menghasud, adu domba, dan penyebar fitnah?
Jangan-jangan diri saya atau pembaca yang budiman, diluar manusia akan tetapi didalam diri ini tertanam bibit-bibit IBLIS (merasa aku baik, merasa aku mulia, merasa aku ahli ibadah, dan sebagainya)!
Mari kita koreksi pribadi kita wahai saudaraku…
Maka luar biasa kasih sayangnya ALLAH SANG PENCIPTA masih memperhatikan diri yang penuh dosa ini, masih mendapat kasih sayang, ampunan dan rahmatNya, tapi kita pernah memperhatikan, jujur saja tidak ada cinta sama sekali, yang ada hanya cinta fatamorgana.

Dan 10 hari yang ketiga dilepaskan oleh ALLAH dari neraka, tapi neraka mana yang ada didunia ini, sebagian ulama di bidang rohani mengatakan bebas dari Narul Hijab (neraka yang menjadikan manusia tidak sadar kepada ALLAH) sehingga bebas daripada hijab yang membuat pandangan hatinya tembus dihadapan ALLAH, sehingga nampak semuanya selain ALLAH adalah PALSU, akhirnya hati tidak terpengaruh (takjub) dengan gebyarnya dunia dan tidak takut pada apapun baik jatuh, rugi, maupun kehilangan karena memang dunia diciptakan untuk jatuh, rugi, kehilangan.
Dan orang terkena Narul Hijab akhirnya senantiasa pandangannya menyangka jelek kepada ALLAH, sehingga apa yang ALLAH berikan yang ada hanya jeleknya. Dan ketika mengalami kemrosotan otomatis TUHAN yang disalahkan tidak bisa menyangka bagus, tidak bisa menyangka benar kepada ALLAH, yang ada hanya prasangka jelek dihadapan ALLAH.
Contoh:
Ketika dirinya mengalami sakit, sangkaan-sangkaan malah jelek keluar sehingga bukan hikmah yang ia cari tapi malah mengambing hitamkan ALLAH sehingga ia berpendapat bahwa ALLAH tidak adil dan tidak kasih sayang. Akan tetapi ketika Narul Hijab itu terbuka, maka si hamba hanya positif thingking kepada ALLAH, justru sakit itu adalah rahmat yang diberikan oleh ALLAH kepada dirinya, justru sebab sakit inilah semakin dekat kepada ALLAH.
Ingat wahai saudaraku…!!!
“SATU SANGKAAN JELEK (SUUDHZON), TERGANJAL SUDAH PERJALAN KITA KEPADA ALLAH”
Dan ingat wahai saudaraku…!!!
Orang hebat tidak pernah merasa rugi!
Orang yang bersama ALLAH tidak merasa takut kehilangan!
Orang yang bersama ALLAH ia selalu positif thingkingdan positif feeling!
Karena semua akan kita tinggal, anak-anak & istri yang kita cintai, keluarga kita sayangi, bahkan jasad yang kita cintai akan kita tinggal, telinga yang sehat akan kehilangan pendengarannya, mata yang sehat akan kehilangan penglihatannya.
Dan ketika Narul Hijab diangkat oleh Allah, saat itu bebas dari pengakuan, sehingga sifat aku didalam jiwa itu hilang walaupun sebesar debu didalam dirinya, sehingga aku pintar, aku kaya, aku diberi hidayah otomatis hilang, akhirnya manusia “NOL” tidak ada pengakuan sedikitpun didalam dirinya, saat itulah ia  menduduki maqom iman “Haqqul Yaqin” karena manusia diperkenankan oleh Allah untuk beserta DIA.
“Wahuwa ma akum ainamaa kuntum” (dan Dia bersama kita dimanapu berada)
Tapi bagaimana dengan diri kita wahai saudaraku…???
Apakah hati kita sudah bisa menghilangkan sifat aku? Ataukah masih ada perasaan bangga? Masih ada perasaan benar? Masih ada perasaan mulia?
Maka wahai orang-orang yang beriman takutlah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takut sehingga tidak ada pengakuan didalam diri kita kita, sehingga laa haulaa wala quwwata illa billah” mencap dan menghujam didalam jiwa ini.
Indahnya hidup ini karena kita Idul Fitri dan kita betul-betul mendapat predikat kita “la allakum tattaqun”
Bagaimana dengan kita wahai saudaraku?
Padahal baru berselang beberapa bulan lewat, akan tetapi hati kita kotor (takut dengan keadaan, takut dengan makhluk) lebih parah lagi keakuan didalam diri kita semakin parah!
Ingat! hidup ini sekali wahai saudaraku, maka prinsip kita harus berarti!
Kita baru menang, tapi kenyataanya hati kita masih keras, banyak menyangka, banyak menghasud, serta adu domba!
Kalau kita menang pasti banyak merendah, mudah menangis, mudah menyadari kalau kita salah tidak pernah menyalahkan orang lain karena hati kita bersih dari penyakit hati. Maka orang yang fitrah tidak pernah mementingkan dirinya sendiri, lisannya hanya terdengar ucapan selamat karenaia berselimut dengan ridhonya ALLAH.
Satu kata yang kita ucapkan akan dimintai pertanggungjawaban!
Satu langkah yang kita gerakkan juga akan dimintai pertanggungjawaban!
Karena semua akan kembali kepadaNYA!
Ingat…!!!
Orang yang fitrah hati seperti bayi yang baru lahir, yang terlihat hanya dengan kerendahan dan air mata yang benar-benar tulus menjadikan hatinya benar-benar bersih (NOL dari pengakuan) sehingga didalam dirnya benar-benar menyadari bahwa ia bukanlah apa-apa dan bukanlah siapa-siapa!
-------------------------------------------------------------
Catatan kelam perjalanan “Al Fakir” yang hina
Dalam Bumi Kerendahan, 16 September 2014
“Hidup Sekali Harus Berarti”

Refrensi kajian Alam Hikmah ke - 136: "Bagaimana Keadaan Hati Kita Setelah Idul Fitri Berlalu?"



Sebarkan:

0 comments :

Post a Comment